Opini

Slepetnomics Antara Cak Imin dan Bung Hatta

Avatar of Gamal Morinyo
16
×

Slepetnomics Antara Cak Imin dan Bung Hatta

Sebarkan artikel ini
images 4
8 / 100

“Mukhtar Adam, Anak Pulau Nusantara”

Slepet yang disebut Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam debat Cawapres, 22/12/2022, mengingatkan kembali konsep ekonomi kerakyatan sebagai jalan tengah yang digagas Bung Hatta, dalam merespon kegagalan komunisme dan liberalisme yang berkembang di awal kemerdekaan, sekaligus menjadi rumusan pasal 33 UUD 1945, yang memaparkan kelembagaan Koperasi sebagai wadah ekonomi kerakyatan dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi bangsa.

Slepetnomics mengingatkan pentingnya perubahan peta jalan (Roadmap Change) menuju Satu Abad Indonesia, yang lebih inklusif, melalui rekonstruksi ulang bangunan ekonomi bangsa sesuai tujuan dasar pembangunan ekonomi.

Slepet Cak Imin menjadi pengingat dalam pemilu, yang tidak menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tak cukup merata bagi rakyat, tak penting pertumbuhan jika tidak inklusif, tak penting megahnya Ibukota Negara tapi infrastruktur pendidikan, kesehatan dan ekonomi Nusantara terbengkalai, mari saling slepet untuk menjadikan Indonesia emas yang berkeadilan.

Slepet Hilirisasi Tambang

Hilirisasi tambang dengan multi fasilitas bagi investor asing yang merampas hak lahan warga di wilayah pertambangan menjadi bom waktu keretakan ekonomi bangsa.Investor yang datang membawa modal likuiditas, mesin, dan peralatan, ditempatkan lebih tinggi dibanding rakyat yang datang dengan modal tanah, modal sosial, modal wilayah, digusur oleh modal likuiditas, efek kemudian rakyat pemilik modal tanah dirampas, menjadi kelompok miskin terbelakang Fenomena kemiskinan tambang yang tergusur dari lahannya sendiri di Lelilef Weda Halteng, Obi Halsel, Maba Haltim, Taliabu di Maluku Utara, adalah fenomena negara melukai rakyat atas nama Kawasan Strategi Nasional.

Slepet Cak Imin, menghadirkan model investasi yang menghadirkan rakyat sebagai pemegang saham atas setoran modal tanah bagi rakyat pemilik tanah, setoran modal sosial bagi Pemerintah Desa dan setoran modal wilayah, bagi Pemerintah Daerah, maka para penyetor modal menjadi satu kesatuan dalam Koperasi Hilirisasi Tambang yang berkeadilan yang menumbuhkan rasa kepemilikan warga, desa dan daerah atas investasi di suatu Wilayah.

Slepet Disparitas Barang Konsumsi

Pemusatan industri dan barang konsumsi pada wilayah kepulauan berefek pada keniscayaan disparitas harga antar pulau, antar kota, antar desa di Nusantara, yang berefek pada standar biaya hidup antar kota dan desa, antar Pulau dan antar daerah makin melebar.

Disisi lain besaran gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) atas nama nasionalisasi gaji, ditetapkan sama di seluruh Indonesia, walau negara cukup paham akan disparitas harga konsumsi, akibat kemudian ASN sebagai abdi negara di masa pensiun pada wilayah tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau berpotensi menjadi warga miskin penerima BLT, karena tak cukup tabungan pensiun.

Tol laut sebagai jembatan disparitas masih pada semboyan, BBM satu harga hanya penyejuk hati, anak Pulau, perbatasan dan tertinggal makin terpuruk, walau populasinya tak cukup mempengaruhi suara pemilu namun warga negara.

Slepet Cak Imin pada 5 milyar Dana Desa akan mampu menjadi mesin perputaran uang di desa dengan konsep Nusantara Satu Harga (NU-SIAGA) pada barang-barang konsumsi melalui penugasan ke Bulog sebagai penjaga keseimbangan harga Nusantara untuk menjamin inflasi dan daya beli warga Nusantara.

Pesan Bung Hatta pada penguasaan hajat hidup orang banyak, adalah jaminan bagi keberlangsungan pemenuhan harga barang konsumsi Slepet Cak Imin menjadi pengingat dalam pemilu, yang tidak menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tak cukup merata bagi rakyat, tak penting pertumbuhan jika tidak inklusif, tak penting megahnya Ibukota Negara tapi infrastruktur pendidikan, kesehatan dan ekonomi Nusantara terbengkalai, mari saling slepet untuk menjadikan Indonesia emas yang berkeadilan.