Palembang, Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Pekerja atau Buruh Keadilan Sumatera Selatan (Gepuk Sumsel), gabungan dari beberapa organisasi serikat buruh atau pekerja yaitu FSB Nikeuba KSBSI, KSPSI, KPBI dan KASBI gelar aksi demo di depan halaman Kantor Gubernur Sumsel, Rabu (18/12/2024)
Sebelum disambut oleh Sekda Provinsi Sumsel, Edward Candra, dalam aksi tersebut sesudah membacakan surat yasin, mereka membakar ban bekas, Boneka Pocong dan Spanduk bergambar Pj Gubernur Sumsel.
Dalam aksi tersebut ada tiga poin tuntutan yaitu menuntut revisi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Sumsel yang sudah ditetapkan oleh Pj Gubernur Sumsel pada, Rabu (11/12) kemarin, menuntut Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Provinsi Sumsel Tahun 2024 ditetapkan.
Hal ini diungkap oleh Hermawan yang merupakan Ketua Federasi Serikat Buruh (FSB) Nikeuba KSBSI Palembang, salah satu organisasi serikat buruh yang ikut dalam aksi damai hari ini dan mengatakan UMP Sumsel Tahun 2025 sudah ditetapkan naik 6,5 persen berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi.
“Dalam hal ini yang bermasalah adalah UMSP Sumsel yang ditetapkan oleh Pj Gubernur Sumsel untuk 3 (tiga) sektor. Sedangkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi ada 9 (sembilan) Sektor, dengan perhitungan masing-masing sektor diatas Rp 3,8 juta,” katanya.
Menurutnya, Pj Gubernur Sumsel yang saat ini dijabat oleh Elen Setiadi menetapkan UMSP Sumsel berdasarkan pikirannya sendiri dan tidak didasarkan pada Dewan Pengupahan Provinsi yang selama ini sesuai dengan regulasinya menghitung dan merekomendasikan baik UMP maupun UMSP.
“Karena Pj Gubernur Sumsel menetapkan UMSP Sumsel Tahun 2025, tidak berdasarkan hukum, hari ini kami menuntut agar UMSP yang telah ditetapkan tersebut agar direvisi kembali,” ujar Hermawan.
Selain itu, Hermawan menambahkan pihaknya menuntut UMK dan UMSK di 7 (tujuh) Kabupaten Kota terdiri dari Palembang, Banyuasin, Musi Banyuasin (Muba), Musi Rawas (Mura), Muara Enim, Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) dan Musi Rawas Utara (Muratara) ditetapkan sesuai dengan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Kabupaten Kota masing-masing.
“Sedangkan dari 7 Kabupaten Kota tersebut yang ada Dewan Pengupahan Kabupaten Kota tidak mengajukan atau mengusulkan UMSK hanya Musi Rawas. Hari ini, Kamis (18/12) merupakan hari terakhir agar UMK dan UMSK ditetapkan,” tambahnya.
Dalam aksi hari ini, karena Pj Gubernur tidak ada, maka disambut baik oleh Edward Candra selaku Sekda dan akan menyampaikan kepada Pj Gubernur Sumsel bahwa untuk UMK dan UMSK akan ditetapkan hari ini, sesuai dengan aturan berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan.
“Begitupun revisi UMSP juga akan disampaikan oleh Sekda kepada Pj Gubernur Sumsel. Apakah direvisi atau tidak atau ada solusi lain, Sekda meminta paling lambat, Senin (23/12) akan diinformasikannya,” tutur Hermawan.
Ia menyatakan dari 17 Kabupaten Kota di Sumsel, 10 Kabupaten Kota yaitu Lubuk Linggau, Empat Lawang, Pagar Alam, Lahat, PALI, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), Prabumulih dan OKU Selatan tidak memiliki Dewan Pengupahan.
“Untuk UMK dan UMSK, mereka mengikuti UMP dan UMSP Sumsel yang hanya ditetapkan 3 sektor yaitu Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara, yang masing-masing sebesar Rp 3.733.424,” ujar Hermawan.
Terkait dengan penetapan upah minimum ini, Hermawan menjelaskan banyak yang melanggarnya dengan tidak mengikuti upah minimum yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Sumsel dan hal ini diawasi oleh pengawas ketenagakerjaan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Disnakertrans.
“Oleh karena itu kami juga menuntut agar ada tindakan terhadap pegawai pengawas ketenagakerjaan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Disnakertrans Provinsi Sumsel yang tidak menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya berdasarkan aturan hukum yang berlaku,” tutupnya.