Halmahera Timur, Burhanudin L. Djaelani, selaku pemilik IUP PT Adita Nikel Indonesia (ANI), membantah tuduhan pencurian nikel ore yang diajukan oleh PT Supreme Nikel Indonesia (SNI).
Dalam pernyataannya, Burhanudin menyebut tuduhan tersebut tidak berdasar dan keliru, mengingat seluruh nikel ore yang ada di stockpile berasal dari wilayah IUP PT. Adhita Nikel Indonesia.
PT SNI hanya sebagai kontraktor yang pada saat itu mendapatkan kontrak kerja sama operasi penambangan di wilayah IUP PT Adhita Nikel Indonesia.
“Tahun 2021 kami melakukan kerja sama dengan PT SNI, saat itu PT SNI dipimpin oleh Teddy Susilo sebagai Direktur Utama. PT ANI di bawah kepemimpinan saya memberikan pekerjaan kepada PT SNI untuk menambang di lokasi IUP milik PT ANI di Kecamatan Maba, Halmahera Timur,” jelas Burhanudin kepada wartawan di kantornya, Jumat (18/10/2024).
Dia mengungkapkan bahwa kontrak dengan PT SNI sudah dengan jelas membagi tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak. PT ANI sebagai pihak pertama memberikan tanggung jawab kepada PT SNI sebagai pihak kedua untuk melakukan operasi produksi dan penambangan minimal 1.000.000 metrik ton bijih nikel per tahun.
Namun, PT SNI hanya mampu memproduksi sekitar 52.000 metrik ton dalam satu tahun, jauh di bawah target yang ditetapkan.
“PT SNI tidak memenuhi target produksi sesuai kontrak. Dalam waktu satu tahun, mereka hanya bisa menghasilkan 7 tongkang atau sekitar 52.000 metrik ton. Selain itu, mereka juga tidak memberikan laporan rutin yang seharusnya diberikan setiap minggu dan bulan kepada PT ANI sebagaimana dijelaskan dalam kontrak kerja sama,” ujar Burhanudin.
Burhanudin juga menekankan bahwa dalam kontrak, PT SNI berkewajiban membayar royalti PT ANI segera setelah penjualan nikel dilakukan. Namun hingga saat ini, PT ANI belum menerima pembayaran royalti sepeser pun.
“Barang yang dijual oleh PT SNI, yaitu 52.000 metrik ton, belum dibayarkan royaltinya kepada kami. Sesuai kontrak, pembayaran royalti tidak harus menunggu pembayaran dari pembeli, tetapi segera setelah nikel dikapalkan,” tambahnya.
Selain itu, Burhanudin menegaskan bahwa PT SNI tidak pernah membayar Kontribusi Pembangunan Daerah (KPD), yang merupakan tanggung jawab mereka sebagai pihak yang menjual nikel ore.
“Sebagai warga asli Halmahera Timur, saya bahkan merasa malu kepada pemerintah daerah sehingga sayaa membayar cicil KPD sebesar Rp100 juta dari kantong pribadi saya, padahal itu adalah tanggung jawab PT SNI,” katanya.
Terkait tuduhan pencurian nikel yang diarahkan kepada PT ANI, Burhanudin dengan tegas menolak klaim tersebut.
“Bagaimana mungkin PT ANI mencuri barang miliknya sendiri? Nikel ore yang ada di stockpile adalah milik PT ANI hingga royalti kami dibayar. Jeti, fasilitas, dan operasi tambang juga merupakan investasi kami sejak 2010 s.d 2014 dengan nilai mencapai Rp98 miliar. Jadi, tuduhan bahwa PT ANI mencuri dari PT SNI sangat tidak masuk akal dan keliru,” tegasnya.
Menurutnya, PT SNI hanya bertindak sebagai kontraktor dan bahkan bukan pihak yang langsung melakukan penambangan, karena PT SNI bekerja sama dengan perusahaan lain, yaitu PT Anhui, untuk melakukan pekerjaan penambangan tersebut.
“SNI hanya kontraktor, bukan pemilik IUP, dan mereka bertindak seolah-olah mereka adalah pemilik tambang. Semua aset yang ada di tambang adalah milik PT ANI,” ujar Burhanudin.
Burhanudin meminta kepada media yang telah menyebarkan berita tuduhan pencurian untuk segera menarik pemberitaan yang menyudutkan PT ANI, karena informasi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.